Bertempat di Museum Gedung Djuang di Tambun, seluruh siswa SMP Strada Budi Luhur mengadakan kegiatan belajar di luar kelas. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah Bekasi dan sekitarnya.
Museum Gedung Djuang berada dekat dari sekolah, oleh karena itu seluruh siswa langsung bertemu di tempat. Setelah semua tiba, kemudian mereka dikelompokkan berdasarkan kelas untuk menerima pengarahan dari para guru. Pada sesi ini, beberapa peraturan diberikan agar dalam setiap kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Setelah itu, seluruh siswa dipandu oleh tour guide memasuki satu ruangan ke ruangan yang lain.
Hall Of Fame
Diawali dengan bagian utama gedung yaitu adanya Hall Of Fame. Hall Of Fame berisi urutan- urutan kepemimpinan beserta patung- patung mini dari Bupati- bupati Bekasi. Bupati pertama Bekasi adalah Bpk K. H Noer Ali. Masa jabatan Bpk K. H Noer Ali dimulai 1947 hingga 1950. Urutan Bupati terakhir adalah Bpk Eka Supria Atmaja.
Manusia Buni
Setelah melihat urutan- urutan dan patung- patung mini dari Bupati- bupati Bekasi, selajutnya kami melihat kerangka manusia Buni berserta artefak- artefak untuk mendukung kehidupan pada jaman prasejarah. Kerangka manusia dan artefak- artefak kebudayaan Buni ditemukan pada Situs Segaran 2, 2-A dan Segaran 5 (Kabupaten Karawang). Sedangkan artefak-artefak yang lain dapat ditemukan dalam 20 situs lainnya. Situs tersebut antara lain Babelan, Bantargebang, Bekasi, Bojongmenteng, Bulaktemu, Buni, Cibarusa, Cikarang, Ciloa, Kebantenan, Kedungringin, Kerangkeng, Pegadungan, Pondokgede, Pondokungu, Puloglatik, Pulorengas, Rawamenombo, Wates, dan Tambun.
Masa Kerajaan Tarumanegara Abad V – Abad VII
Selanjutnya kami mempelajari tentang kerajaan Tarumanegara. Awal berdirinya kerajaan Tarumanegara karena salah satu pengaruh Kebudayaan India dari sistem politik dan sistem sosial. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berdiri dari abad V Masehi. Pusat kekuasaan Kerajaan Tarumanegara diperkirakan disekitar Sungai Citarum, antara wilayah Batavia dan Karawang. Menurut perkiraan Poerbatjaraka daerah Sungai Bekasi sebagai pusat kekuasaan Kerajaan Tarumanegara sedangkan Karawang, Bogor, dan Jakarta sebagai wilayah penting Kerajaan Tarumanagara. Sedangkan Rajanya adalah Raja Punawarman. Raja Purnawarman merupakan satu-satunya Raja Tarumanagara
yang dituliskan dalam sumber-sumber yang telah ditemukan, khususnya beberapa prasasti tinggalan kerajaan tersebut. Sampai saat ini, Kerajaan Tarumanagara meninggalkan prasasti sebanyak tujuh buah. Ketujuh prasasti tinggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Tugu, Prasasti Claruteung Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu atau Pasir Koleangkak, kekuasaan Kerajaan Tarumanagara. Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, dan Prasasti Cidanghiang. Sebaran prasasti itu dapat dijadikan bukti wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Sedangkan agama yang berkembang pada masa itu cenderung ke arah agama Hindu (Veda) dengan penekanan pemujaan kepada Wisnu Triwikrama atau Wikranta, yakni Wisnu sebagai penguasa tiga dunia dengan tiga langkahnya ke bumi, atmosfir, dan langit. Selain Hindu, agama yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Tarumanagara adalah agama Buddha Mahayana. Sementara itu, agama kotor yang dimaksud Fa-hsien sangat mungkin merupakan tinggalan budaya megalitik (prasejarah) berupa kepercayaan masyarakat terhadap leluhur yang pada masa kemudian juga masih berkembang. Selanjutnya adalah stratifikasi sosial, stratifikasi sosial adalah pengelompokan para anggota masyarakat secara bertingkat atau vertikal. Stratifikasi sosial menjadi dua golongan, yakni masyarakat yang sudah menerima dan menerapkan pengaruh Budaya India dalam kehidupannya, serta masyarakat yang masih berbudaya lokal. Golongan pertama adalah Raja Purnawarman dan kerabatnya serta lingkungan terdekat dari penguasa Tarumanagara tersebut. Gambaran golongan atas dapat dilihat dari Arca Perunggu sebagai perwujudan Raja Resi (Kakek Raja Purnawarman). Golongan berikutnya adalah kelas sosial menengah – bawah yang merujuk pada mata pencaharian masyarakat Tarumanagara, antara lain kelompok masyarakat petani, pelaut, pemburu, dan peternak. Dan untuk prasasti tinggalan kerajaan Tarumanegara tersebar di wilayah Jakarta, Pandeglang (Banten), dan Bogor (Jawa Barat).
Game
Kami tidak hanya belajar, tetapi juga bermain. Dalam permainan itu salah satu teman kelas kita menjadi Raja Prabusiliwangi. Dan dalam permainan itu diminta untuk menyelesaikan beberapa tantangan. Tantangan pertama adalah peperangan, yaitu harus melawan musuh sampai musuh kalah. Tantangan kedua adalah menjalankan perahu sampai dititik yang sudah ditetukan dengan cara menggerakkan tangan kanan untuk ke kanan dan menggerakkan tangan kiri untuk ke kiri.
Setelah kami mempelajari tentang urutan- urutan Bupati Bekasi, Manusia Buni, dan Masa kerajaan Tarumanegara, serta bermain game. Kami beranjak kelantai dua. Dilantai 2 terdapat : Sejarah rakyat Bekasi dengan VOC, Entong Tolo, Ruangan Kelelawar, Pertempuran Sasak Kapuk.
Bekasi Dibawah Kekuasaan VOC 1602- 1799
Setelah mempelajari kerajaan Tarumanegara dan bermain Game, kami naik kelantai 2 dan kami mjlai mempelajari tentang VOC. Setelah VOC datang ke pesisir pantai Bekasi, VOC setahap demi setahap mulai menyebarkan sayap kekuasaannya. Setelah orang- orang Belanda membangun kekuatannya di daerah pesisir, mereka kemudian mulai memperhatikan daerah pedalaman Tatar Sunda. Pada Oktober 1677, VOC menerima wilayah Priangan Timur dari Mataram dan pada 1740, VOC menegaskan bahwa seluruh pesisir Pantai Utara Pulau Jawa berada di bawah kekuasaannya sehingga menjadi daerah hukum VOC. Didalam ruangan ini juga terdapat isi hak octori VOC, isi hak tersebut antara lain:melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah antara Tanjung Harapan sampai Selat Magellan termasuk Nusantara, merekrut pegawai atas dasar sumpah setia membentuk angkatan perang, melakukan perang, membangun benteng, mengadakan perjanjian di seluruh Asia, dan mencetak serta mengeluarkan mata uang.
Entong Tolo
Entong Tolo adalah salah satu pahlawan bagi rakyat Bekasi. Entong Tolo rela mencuri harta para orang Belanda dan membagikannya kepada rakyat- rakyat miskin di Bekasi. Setelah itu para tentara Belanda mulai mencari Entong Tolo, tetapi rakyat Bekasi tidak mau memberitahukan keberadaan Entong Tolo dan melindunginya.
Ruang Kelelawar
Selama didalam ruangan kelelawar kami dapat mencium aroma yang tidak mengenakan. Aroma tersebut adalah aroma kotoran kelelawar. Sebelum Gedung Djuang 45 kembali dioprasikan dan diresmikan, Gedung Djuang 45 sering menjadi sarang para kelelawar.
Sasak Kapuk
Perang Sasak Kapuk terjadi di Pondok Ungu tepatnya di jembatan Sasak Kapuk. Perang Sasak Kapuk adalah salah satu perang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan upaya mempertahankan wilayah Bekasi. Didalam perang ini yang sangat menarik untuk dibahas adalah Laskar Rakyat pimpinan KH. Noer Ali. Pimpinan Laskar Rakyat KH. Noer Ali ini yang tanpa rasa takut berani mempertaruhkan nyawa dengan peperangan minimal melawan sekutu yang membawa persenjataan berat dan lengkap? Apa rahasia dibalik keberanian mereka? Menurut KH. Noer Ali, Laskar Rakyat dibentuk olehnya karena emosi rakyat tidak terkendali akibat sikap pemimpin Republik Indonesia waktu itu yang hanya bisa menghimbau agar rakyat bersikap tenang, sedangkan rakyat telah menentang oleh kondisi objektif yang menyerang Sekutu dan NICA. Juga karena TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang dibentuk tanggal 5 Oktober 1945 belum mengakar dan belum berwibawa di masyarakat.
Pada lantai 2 terdapat balkon. Balkon ini mengarah ketaman yang berada didepan Gedung Djuang. Ditaman itu juga terdapat peta Bekasi.
Sejarah Gedung Djuang 45
Setelah menelusuri lantai 2 Gedung Djuang. Kami turun kembali ke lantai 1. Dilantai 1 kami melihat sejarah Gedung Djuang. Sebelum menjadi Gendung Djuang 45, nama Gedung Djuang 45 adalah Landhuis Tamboen atau Gedung Tinggi oleh masyarakat sekitar. Landhuis Tamboen pertama kali dibangun pada tahun 1906- 1910 dan pembangunan kedua dilakukan pada tahun 1925. Pemilik pertama Landhuis Tamboen adalah Khouw Tjeng Lie. Setelah Khouw Tjeng Lie wafat, Landhuis Tamboen diberikan kepada anaknya yaitu Khouw Oen Hoey sampai tahun 1942. Saat Indonesia dalam masa penjajahan Jepang, Landhuis Tamboen atau Gedung Djuang dirampas oleh para tentara Jepang dan dijadikan markas militer Jepang di Indonesia. Pada tahun 1962 Pemerintah Bekasi membeli Landhuis Tamboen dan digunakan sebagai kantor Dinas Pertanian, Kantor Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) Kabupaten Bekasi, dan Kantor Legion Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kabupaten Bekasi. Kemungkinan besar nama bangunan berubah menjadi Gedung Juang 45 Bekasi ketika dijadikan sebagai Kantor LVRI Kabupaten Bekasi.
Sebagian ruangan yang ada di gedung ini pernah dijadikan sebagai Sekretariat Panitia Pemilihan Daerah (PPD) Tingkat II Kabupaten Bekasi dalam Pemilihan Umum Tahun 1999.Setelah itu, beberapa OPD Kabupaten Bekasi, antara lam Dinas Pemuda, Olahraga dan Pertamanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dimas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, pernah juga berkantor di gedung ini. Setelah itu Gedung ini di biarkan dan menjadi kosong. Setelah lama kosong bpk Eka Supria Atmaja mulai membangun ulang gedung ini dan diresmikan menjadi Gedung Djuang 45. Gedung Djuang 45 ini berada di Jl. Sultan Hasanudin No.39, Mekarsari, Kec. Tambun Sel Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dengan kunjungan siswa/i SMP Strada Budi Luhur ke Gedung Djuang 45 dapat banyak sekali hal- hal yang dipelajari mulai dari masa prasejarah Bekasi, sejarah dan perjuangan rakyat Bekasi serta bangsa Indonesia dari tangan para penjajah, serta mengetahui sejarah terbentuknya Bekasi. Didalam museum juga banyak teknologi digital yang sangat baik dan maju untuk mendukung saat belajar di Gedung Djuang 45. Semoga ilmu yang didapatkan dari Gedung Djuang 45 dapat untuk menambah wawasan kita tentang Bekasi dan dapat berguna dikegiatan belajar mengajar setiap hari.
Imelda Grace Sibarani, Veronica Um Kusrini, dan Sondang Helena
Cool, we can see information from ancient times, we can learn through it